GKI Harapan Jaya

Monday, March 21, 2011

“Memahami Puncak Imanku”: Sebuah Renungan Memasuki Paska

Setelah kita melewati dan merefleksikan diri pada ibadah Rabu Abu yang lalu, maka mulai minggu ini kita, selaku jemaat GKI Harapan Jaya, bersama-sama seluruh jemaat-jemaat lain di seluruh dunia akan mulai memasuki Minggu-Minggu Pra-Paska. Paska datang dari kata “Pesakh” (Ibr.) atau “Passover” (Eng.) yang artinya bahwa Allah meluputkan kita.
Paska (Yun: Πάσχα atau paskha) adalah perayaan (ter-) penting dalam tahun liturgi gerejawi Kristen. Bagi umat Kristen, Paska identik dengan Yesus, yang disebut sebagai "anak domba Paska", jemaat Kristen percaya bahwa Yesus disalibkan, mati dan dikuburkan, dan pada hari yang ketiga bangkit dari antara orang mati. Paska merayakan hari kebangkitan tersebut dan merupakan perayaan yang (ter-) penting karena memperingati peristiwa yang paling sakral dalam hidup Yesus.
Mengapa Paska (selalu) lebih sepi ketimbang Natal? Harus diakui keberhasilan misionaris Eropa mempopulerkan perayaan Natal (sebetulnya minus penghayatan Adven) yang semula dari penyembahan untuk Dewa Matahari (dies natalis solis invicti) memang sangat berhasil. Alhasil, perayaan Paska pun sepi dari perhatian Gereja. Padahal perayaan Paska merupakan hari raya Kristen paling utama dan paling besar. Untuk mengembalikan pesta sukacita Paska, mau tidak mau penggalian kekayaan atas sejarah kekristenan musti dilakukan. Kesaksian Gereja Perdana yang terpesona pada sukacita kebangkitan Tuhan seyogyanya mendapat tempat penghayatan secara khusus. Tak pada tempatnya ketika Natal yang bermula dari tradisi penyembahan Dewa Matahari menggeser puncak sejarah keselamatan yaitu hari raya Paska.
Oleh karena itu, upaya mengembalikan Paska sebagai puncak Ibadah Jemaat perlu dengan cukup serius dilakukan, kita perlu mengembalikan kekayaan tradisi gereja mula-mula dalam memperingati peristiwa agung Paska melalui Masa Paska dan Pentakosta. GKI (baca: jemaat Harpan Jaya) pun demikian, dengan bersua kembali juga dengan tradisi Rabu Abu, Minggu Pra-Paska, Minggu Palmarum, Kamis Putih, Jum’at Agung, Sabtu Sunyi, Paska, Minggu Paska, dan Kenaikan Tuhan Yesus.
Kembali kepada makna Paska, maka disadari ataupun tidak, setiap kita banyak diluputkan dari hal-hal yang dapat membahayakan kita. Dalam bahasa Inggris biasa disebut sebagai “Good Luck”, atau “beruntung”. Tetapi, menariknya Baby Face salah satu artis Amerika pernah berkata “I don’t believe good luck, but blessing”. Saya tidak mengetahui kehidupan religius dia, tetapi kalimatnya tersebut merupakan suatu pernyataan imani yang luar biasa karena mewakili esensi kehidupan kristiani, yakni penyangkalan diri.
Kristus bukan hanya mengajarkan semangat penyangkalan diri (Matius 16:24), tetapi lebih jauh lagi Kristus melakukan apa yang diajarkan-Nya. He is a man of His words! His word is His bond! Di hari-hari terakhir-Nya, Dia rela mengayunkan langkah menuju Yerusalem dengan pengetahuan dan kesadaran sepenuh-penuhnya bahwa kematian menantikan Dia di kota yang tragis dan ironisnya, pernah menyambut Dia dengan teriakan “Hosana...Hosana!!” (Matius 21;1-11).
Malam sebelum Dia disalib, Kristus berkumpul bersama murid-murid-Nya di taman Getsemani. Di situ, sebagaimana dicatat di Matius 26:36-46, Lukas 22:39-46, dan Markus 14:32-42 “Ia berlutut dan berdoa ‘…Ya Bapaku, jikalau sekiranya mungkin biarlah cawan ini ini lalu daripada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki…jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendakMu!’”. Cawan! Dalam Alkitab, istilah ini merupakan metafora “murka” dan “kasih” Allah. Dalam Yeremia 25:15, Mazmur 75:9, dan Wahyu 14:10;16:19, cawan berisi murka Allah. Sebaliknya, dalam Mazmur 23:5 dan Mazmur 116:13, cawan merupakan simbol berkat dan keselamatan dari Allah.
Doa Yesus di Getsemani merupakan refleksi atas kedua simbol ilahi cawan, yakni “murka” dan “kasih” Allah. Peristiwa Getsemani dari tampak lahirnya seolah-olah menunjukkan “titik lemah” kekristenan, dimana Yesus kelihatan sebagai seorang “peragu” dan “berusaha melakukan tawar menawar untuk melepaskan diri dari kematian yang menanti-Nya”. Tidak! Sama sekali bukan begitu!
Peristiwa Getsemani justru memuat dan menyampaikan kekuatan dan tema sentral misi kedatangan Kristus ke dunia. Pesan yang disampaikan dalam doa Kristus tersebut berisikan konfirmasi bahwa di luar Kristus tidak ada keselamatan. “…Jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, (jadilah kehendak-Mu!)”. Dalam bahasa sederhana, doa ini berkata bahwa hanya dengan kematian Kristus, murka Allah atas manusia dapat berlalu. Jikalau cawan (baca: murka Allah) dapat lalu selain apabila Yesus meminumnya (baca: kematian Kristus), Allah pasti akan memilih cara lain tersebut ketimbang menyerahkan Anak-Nya yang tunggal untuk menderita dan mati. Namun, ternyata, hanya dengan Kristus menerima cawan murka Allah, maka manusia dapat menerima cawan yang berisi kasih dan keselamatan Allah.
Pergumulan Kristus atas konfirmasi tersebut sedemikian berat dan serius sehingga “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.” (Lukas 22:39-44). Gejala ini memang ada dan dikenal dalam dunia medis sebagai chromidrosis.
Mereka yang telah menerima keselamatan melalui iman dalam Kristus sudah menerima cawan yang berisi kasih perdamaian dengan ALLAH (Roma 5:10-11). Perdamaian dengan ALLAH tersebut “gratis tetapi sangat mahal”. Gratis, karena yang menerimanya tidak perlu membayar apa-apa kecuali penyangkalan atas kemampuan untuk menyelamatkan diri sendiri (Matius 16:24) dan kesediaan untuk menerima Kristus sebagai Juru Selamat. Mahal, karena Kristus harus menderita hingga mati untuk itu (1 Petrus 1:19). Adakah barang di dunia ini yang sangat mahal tetapi dapat diperoleh secara gratis, selain keselamatan yang diberikan Kristus? Karena itu, kita yang sudah menerimanya mempunyai kewajiban untuk menghargai dan mengerjakan keselamatan tersebut (Filipi 2:12) dengan meneruskan cawan kasih tersebut kepada setiap orang. Selamat Memasuki Masa Paska!

No comments:

Post a Comment