Hari Minggu ini menjadi hari yang nampaknya tidak biasa bagi Ali. Biasanya
ia bangun siang hari. Ia memaklumi kebiasaannya itu karena pada hari kerja ia
harus bangun pagi-pagi buta untuk mengejar kereta ke arah Jakarta. “Biarin deh
ngantuk-ngantuk yang penting perjamuan!” seru Ali pada dirinya sendiri.
Ali rupanya termotivasi cerita Toro, temannya, yang
menyaksikan “keajaiban” perjamuan kudus yang diikutinya di salah satu gereja.
Toro yang sebelumnya kerja serabutan, kini punya pekerjaan tetap, dan menurut
kesaksiannya itu karena perjamuan kudus yang rutin ia ikuti di gerejanya.
Ali yang mendengar kabar bahwa ada kebijakan baru di
perusahaannya untuk pengurangan tenaga kerja menjadi sangat gelisah dalam
menjalani hari-harinya. Termotivasi pengalaman Toro, maka perjamuan kudus 7
Oktober ini dilihatnya adalah jalan keluar atas kegelisahannya. Ia berharap
Tuhan adil, tidak hanya “mengajaibkan” perjamuan kudus di gereja Toro, tapi
juga perjamuan kudus di gerejanya.
Pengalaman Ali, mungkin pernah kita alami juga. Contohnya,
ketika kita berharap Tuhan bisa bekerja secara ajaib dengan memagiskan
perjamuan kudus. Akibatnya perjamuan kudus dianggap sebagai sarana pengobatan
dari penyakit, sarana tolak miskin ataupun tolak sengsara.
Bagaimana semestinya memahami Perjamuan Kudus? Perjamuan
Kudus merupakan salah satu bagian yang diajarkan dalam doktrin gereja. Doktrin
gereja ini sangat riil dengan kehidupan kita sehari-hari sebagai umat Tuhan
yang hidup bergereja karena doktrin gereja ini berkenaan langsung dengan
pemerintahan gereja, sakramen maupun sarana-sarana anugerah yang lain.
Perjamuan kudus merupakan anugerah Tuhan pada kita.
Teologi Calvin misalkan, menyatakan roti itu tetaplah
roti dan anggur itu tetaplah anggur tetapi perjamuan kudus itu bukan
semata-mata hanya mengenang Kristus. Tidak! Perjamuan kudus merupakan sarana
anugerah dimana Kristus hadir secara rohani di dalam karya Roh Kudus sehingga
dengan pengertian kebenaran dan iman maka Roh Kudus bekerja sedemikian rupa
membawa kita lebih dekat pada Kristus dan masuk dalam hadirat Kristus bahkan
lebih dekat ketika kita mendengar kebenaran Firman Tuhan.
Sepintas, orang sulit membedakan manakah yang benar dan
bagaimana mengkompromikannya. Calvin melihat bahwa roti dan anggur secara
harafiah adalah roti dan anggur namun janganlah kita mensakralkan roti dan
anggur itu sendiri. Bukan roti maupun anggur itu yang memberikan mujizat.
Tidak! Tuhan Yesus mengatakan, ”Inilah tubuh-Ku...” maka secara rohani, Ia
hadir dalam karya Roh Kudus sehingga ketika kita menerima roti dan anggir
dengan iman dan pengertian yang benar maka Roh Kudus akan bekerja sedemikan
rupa membuat kita memahami kebenaran dan kebenarn itu tertanam dalam hidup
kita.
Mengapa sakramen itu menjadi sarana anugerah? Apakah
kebenaran Firman Tuhan saja itu tidak cukup bagi kita? Bukankah yang diajarkan
dalam sakramen juga telah diajarkan dalam Firman Tuhan? Calvin memberikan
jawaban yang sangat berhikmat, yakni pada hakekatnya, Tuhan tidak mau memakai
benda-benda yang bersifat fisik untuk menyatakan keberadaan diri-Nya. Tuhan
tidak ingin manusia jatuh dalam penyembahan berhala seperti yang pernah
dilakukan oleh bangsa Israel pada Perjanjian Lama. Allah adalah Roh, Dia ingin
manusia datang dalam roh dan kebenaran. Tuhan memerintahkan pada kita untuk
melakukan sakramen Perjamuan Kudus dimana di dalamnya sangat menekankan aspek
fisik, roti dan anggur karena kelemahan manusia sehingga firman saja tidak
cukup bagi manusia.
Ketika kita menerima
kebenaran firman, diantara lima panca indera kita, indera manakah yang bekerja?
Pastilah indera pendengaran kita yang lebih dominan, bukan? Namun perhatikan,
pada saat Perjamuan Kudus itu dijalankan maka bukan hanya indera pendengaran
kita yang bekerja tetapi semua indera yang lain turut bekerja.
Dengan mata, kita melihat roti yang melambangkan tubuh
Kristus, anggur yang melambangkan darah Kristus yang tercurah. Dengan telinga,
kita mendengar firman yang menyertai perjamuan kudus. Dengan mulut, kita
mengecap tubuh yang terpecah dan darah yang tercurah dan tangan kita memegang
roti dan anggur yang menjadi lambang dari darah yang tercurah. Dengan hidung,
kita menghirup aroma dari roti dan anggur. Inilah keunikan dari sakramen
Perjamuan Kudus dimana semua panca indera kita terlibat di dalamnya untuk
menyatakan akan kebenaran Allah yang dinyatakan kepada setiap kita. Tuhan
melihat bahwa manusia itu terlalu lemah sehingga tidak cukup kalau kita hanya
mendengar dan melihat kebenaran saja tetapi Tuhan mau menyatakan kebenaran-Nya
melalui seluruh panca indera kita.
Ketika perjamuan kudus itu dilakukan, kita memegang roti,
kita memegang bukti keberdosaan kita, kita melihat dan juga mengecap betapa
kita adalah orang yang berdosa. Pada waktu kita menerima perjamuan kudus dengan
pengertian yang benar dan dengan iman maka disana barulah kita memahami bahwa
Perjamuan Kudus bukan sekadar ‘kenang-kenangan’, namun bukan pula ajang magis.
Melainkan kita menyadari bahwa kita adalah orang berdosa. Bahwa kita semakin
disadarkan betapa indah dan mulianya kasih yang Tuhan berikan pada setiap kita
orang yang berdosa. Itulah keajaiban PK. Amin.